KORESPONDEN INDONESIA – Setelah dua dekade berlalu, Aceh kembali menjadi pusat perhatian dunia dalam peringatan tragedi tsunami 2004. Pada Senin, 11 November 2024, Balai Meuseuraya Aceh, Banda Aceh, menjadi saksi penyelenggaraan Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium. Simposium ini menjadi ajang penting untuk berbagi pengalaman serta memperkuat upaya mitigasi bencana tsunami di masa depan, dengan menggabungkan teknologi canggih dan partisipasi masyarakat.
Acara yang digelar pada 10-14 November 2024 ini diinisiasi oleh UNESCO-IOC bersama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia. Tujuan utama simposium ini adalah untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana dan memperkuat sistem peringatan dini di kawasan rawan tsunami.
Dalam sambutannya, Ketua Panitia Program Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium, Harkunti P. Rahayu, menyatakan bahwa deklarasi Aceh akan memberikan petunjuk untuk langkah mitigasi yang lebih baik dan berkelanjutan di masa depan,” ujarnya.
Pj Gubernur Aceh, Safrizal ZA, menyambut baik pertemuan internasional ini dan mengucapkan terima kasih atas kehadiran peserta dari berbagai negara. “Aceh bangkit dari tragedi besar ini dan kini menjadi contoh dalam meningkatkan kesiapsiagaan bencana,” katanya.
Selain itu, Safrizal mengingatkan bahwa perubahan iklim dan dinamika global lainnya memerlukan langkah-langkah mitigasi yang lebih adaptif dan menyeluruh, termasuk bagi masyarakat yang berada di daerah terpencil.
Selain itu, Kalaksa BPBD Aceh Besar, Ridwan Jamil, yang hadir mewakili Pj Bupati Aceh Besar, Muhammad Iswanto, SSTP, MM, mengungkapkan bahwa tsunami Aceh 2004 memberikan pelajaran berharga bagi negara-negara Samudra Hindia. “Penguatan sistem mitigasi bencana berbasis teknologi dan partisipasi masyarakat adalah kunci untuk mengurangi dampak bencana,” ujarnya.***