KORESPONDEN INDONESIA – Setiap orang tentu ingin hidup penuh berkah, mendapatkan ketenangan hati, dan pahala berlimpah dari Allah. Salah satu cara meraihnya adalah dengan infak harta terbaik yang kita miliki. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam Surah Ali ‘Imran ayat 92:
“Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai…”
Ayat ini mengajarkan bahwa untuk mencapai kebajikan sejati, seseorang harus rela menginfakkan sesuatu yang benar-benar berharga baginya. Bukan sekadar memberi yang tersisa atau yang tidak lagi dibutuhkan, tetapi memberikan yang terbaik dari yang kita miliki dengan niat yang tulus.
Infak yang Bernilai di Sisi Allah
Allah tidak hanya menilai seberapa besar jumlah infak yang diberikan, tetapi juga dari mana asalnya dan seberapa berartinya bagi si pemberi. Hal ini juga ditegaskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 267 yang menyatakan bahwa infak sebaiknya berasal dari harta yang baik dan halal, bukan dari sesuatu yang tidak layak.
Para sahabat Rasulullah ﷺ adalah contoh nyata dalam mengamalkan ayat ini. Abu Ṭalḥah al-Anṣāri, misalnya, menginfakkan kebun kurma kesayangannya yang sangat subur dan indah di jalan Allah. Rasulullah pun menerima infak tersebut dengan baik dan menyarankan agar diberikan kepada kerabatnya. Dengan demikian, Abu Ṭalḥah tidak hanya memperoleh pahala sedekah, tetapi juga mempererat silaturahmi.
Contoh lain adalah Umar bin al-Khaṭṭāb yang menginfakkan kebunnya di Khaibar dengan cara mewakafkannya. Hasil dari kebun tersebut digunakan untuk kepentingan umat, sementara tanahnya tetap dipelihara. Cara ini menjadi inspirasi bagi banyak orang dalam berinfak dan bersedekah.